Diari Buruh Lapangan: Tiga Bulan di Tanah Angkola Part 1

 

Balada Covid-19

Covid oh covid. Gara-gara covid gue ga jadi kerja di Laos setelah kemarin kerja di Thailand. Alhasil, proyek mangkrak semua. Jobless selama 6 bulan, gaji dipotong 50%. Tapi kalau dilihat dari positifnya, gue masih ada penghasilan bulanan. Banyak koneksi LinkedIn gue yang diPHK, padahal perusahaannya bonafid, contohnya raksasa oil company dan service oil n gas.

Sempat ada pernyataan dari bos bahwa proyek kali ini sifatnya non-rotasi. Kalau rotasi, misal ada 5 orang di hutan kerja (A B C D E), lalu satu orang (F) masuk menggantikan satu personil yang libur A. Lalu A libur 2 minggu, sampai B libur, A kembali masuk. Begitu seterusnya untuk C D E. Kalau nonrotasi, artinya 5 orang tersebut akan terus bekerja sampai proyek selesai. Mau durasi proyek 3 minggu atau 3 bulan pokoknya dikerjakan sampai selesai. Tapi gue ga terlalu mikirin karena biasanya rencana beda dengan kenyataan.

Sehari sebelum berangkat, gue dan dibantu dengan 2 orang Thai senior hendak kirim semua perlengkapan ke Batang Toru. Tapi karena mobil kecil si Transcontinent lagi kosong, pihak mereka mengirimkan truk tinggi 4 m panjang 15 m. Truk tersebut ga bisa masuk ke komplek perumahan Pondok Indah, kantor kami. Untungnya kami dibantu oleh para satpam komplek untuk mobilisasi perlengkapan. Lumayan total beratnya 1 ton lebih.

Portal kompleknya mentok, lalu ga akan muat di belokkan kalau truknya sepanjang ini

Sorenya, gue dapat telepon dari perusahaan klien bahwa tim yang berangkat harus melakukan tes serulogy covid-19. Kami cek di RS Pondok Indah. Berbeda dengan rapid test yang hanya mengambil darah beberapa tetes, tes serulogy membutuhkan darah 1 tabung sebesar jempol tangan. 2 Jam kemudian hasilnya keluar. hasil gue REAKTIF. Panik, cemas, gelisah, sedih, pusing, semua campur aduk. Bayangin aja udah ngangur 6 bulan, lalu karena reaktif lu ga boleh kerja? Gue langsung konsul ke bos. Untungnya karena gue ga ada pengganti, gue diperjuangkan banget. Bos gue ngobrol sama bos klien, katanya masih bisa kerja asal hasil PCR Swab nya negatif. Masalahnya, besok semua tim yang berangkat ke Batang Toru harus segera karantina di Hotel Bandara dekat Soetta dan sekarang udah jam 7 malam. Gue telepon semua RS yang menyediakan Tes PCR. RS Pondok Indah kasih hasil 1-2 hari, Siloam ribet, Mayapada ga ngangkat, gue liat di web Mayapada bisa langsung daftar tes Swab OTS, hasil 6 jam keluar, biaya 3,4 Juta... Gue konfirm lagi ke bos. Kata beliau “sikat aja, nanti direimburse”.


Drivethru untuk Rapid Test, kreatifnyaa..

ketika menerima ini rasanya lebih sedih daripada chat yang ga dibalas

Pagi hari gue daftar dan tes sekitar jam 9. Bagi yang belum pernah Swab, hidung dan tenggorokan kalian akan dicolok batang plastik panjang 10 cm diameter +- 1-2 mm. Sekitar jam 3 hasilnya akan keluar via email. Kolega kantor gue pada harap-harap cemas semua. Karena gue sering berinteraksi dengan mereka, kalau gue positif, kemungkinan besar mereka positif. Udah jam 3, hasil belum ada. Bos nge press gue, kolega juga. Gue press mayapada, 3.15 hasilnya keluar, NEGATIF. Semua pihak langsung “thank god!”. Gue packing dan langsung berangkat karantina.


Kertas seharga 3,4 juta

Karantina

Seperti yang gue sebut sebelumnya, kami dikarantina di Hotel Bandara dekat Soetta selama 14 hari. Bukan hanya tim IP, tapi juga beberapa karyawan PTAR dan kontraktornya (total 60an orang). Setelah register kamar gue menyerahkan surat hasil PCR ke resepsionis. Sebelum masuk ke kamar, isi daftar hadir dulu dan mengikuti induksi singkat dari medik, berikut instruksinya:

1.     1.Tidak boleh keluar kamar kecuali pagi 6.00 – 9.00, sore 16.00 – 17.00

2.      2.Social distancing

3.      3.Makan diantar ke kamar begitu juga laundry

4.       4.Tiap pagi cek suhu, denyut nadi, dan kadar oksigen dengan alat yang diberikan medik, lalu dikirimkan via WA

5.       5.Jika merasa ada gejala covid, maka wajib melapor ke medik

6.       6/Tiap pagi ada senam, dianjurkan ikut.

Ada suka dan duka karantina. Suka: segala fasilitas hotel, kenyamanan, dan makanannya. Duka: ga dibayar bos, padahal sudah meninggalkan rumah, tapi ga dihitung kerja.

Pada hari ke 10 akan ada tes swab. Bagi yang positif, dilarang berangkat ke Batang Toru. Alhamdulillah tim IP negatif semuanya. Sehingga proyek bisa lanjut.

ukur suhu badan mandiri dengan termometer badan, karena termo gun sangat tidak akurat

ukur kadar oksigen ( range normal 95-100%, untuk gambar diatas 99%) dan denyut nadi (88 bpm)

Ga paham, kenapa ga sewa single bed aja...

Makanannya cukup oke, selalu ada penutup seperti cake atau pudding




To Batang Toru!

Pesawat lepas landas pukul 9.00 di Bandara Ferdinan Lumban Tobing, Pinangsori, Tapanuli Tengah. Kali ini pasukan penjemput dari PTAR jauh lebih banyak. Tentu saja karena ada 60 orang yang datang. LV (ligh vehicle dengan pick up) dan van berseliweran. Para sopir yang resah menunggu sambil menghisap rokok mulai mengluarkan daftar nama orang-orang yang harus diangkutnya. Koper dan tas yang biasanya diangkut dalam van kini diangkut di LV agar hemat tempat di van. Akhirnya kembali ke tempat ini, segala kehijauannya. Hutan, sawah, kebun karet dan sawit di kanan kiri. Gerbang bertuliskan Martabe menyambut kami. Kami di drop di resepsionis dan mengambil kunci kamar mess. Lagi-lagi gue berdua sama Fawwaz, pak Ivan sendiri dan dua orang Thai itu, Pop dan Jump menginap sekamar.

Dalam rangka covid, PTAR menerapkan diskriminasi karyawan berdasarkan tempat. Jika menginap di mess maka akan dianggap orang steril. Jika menginap di luar tambang, maka akan dilabel orang x. Orang x memiliki area-area khusus yang tak boleh dimasuki orang steril. Begitu juga sebaliknya. Untuk saat ini kami adalah orang steril, cepat atau lambat akan jadi orang x.

Esok paginya kami mengikuti induksi dari safety. Jika kawan-kawan masuk ke perusahaan tambang, baik tukang sapu atau presiden, wajib namanya mengikuti induksi safety. Di pertemuan induksi, dibahas hal-hal yang boleh dan tak boleh dilakukan di lingkungan tambang, baik normatif maupun hal teknis. Siangnya kami ke gudang untuk mengecek kesiapan perlengkapan. Alat-alat yang sudah siap akan di angkut oleh helikopter dan dibawa ke site.

usai mempersiapkan barang yang hendak diangkut, photo by Jukhrapan

Sebelum berangkat, kami wajib menyerahkan hasil swab ke petugas gugus depan covid, dan khusus untuk Pop dan Jump, mereka harus menyertakan surat keterangan dari polres setempat. Diperkirakan semua syarat dapat dipenuhi pada tanggal 7 September.

Menuju camp!

Pada hari H, semua barang pribadi sudah di packing, kami hanya tunggu kesiapan helikopter untuk mengantar Pop dan Jump. Gue, Fawwaz dan pak Ivan naik LV (iya, emang agak pilih kasih). Sementara semua barang pribadi diangkut oleh heli. Kami bertiga diantar oleh pak sopir dan juga Pak Eko (Geologist) ikut. Pak Eko adalah orang x yang menginap di sebuah homestay yang disewa oleh PTAR. Perjalanan dari Batangtoru ke Camp mencapai 2 jam. Setengah perjalanan mulus, setengahnya lagi semi offroad (jalan cor rusak). Ditengah jalan kami mampir dulu ke warung kepala dusun (kadus) Siuhom 1, sembari ngobrol singkat, yaa basa basi dan permisi lah... Diujung jalan cor sudah ada kru yang menunggu untuk membawakan barang kami, salah satunya adalah kadus Pilar, Bang Rintang.

Naas kian nasib gue, Fawwaz, dan Pak Ivan. Surat keterangan dari Polres untuk Pop dan Jump belum bisa selesai hari ini. Kemungkinan baru bisa selesai tanggal 10 September. Tiga hari lagi! Karena mereka ga jadi berangkat, maka heli pun tak berangkat. Sehingga, koper-koper kami bertiga tidak diantar. Sedangkan tas yang kami bawa hanya berisi barang-barang ringan (laptop, snack, dll). Semua pakaian, jaket, dan sleeping bag ada di koper. Sebuah kesalahan fatal yang berarti nanti malam, kami tidur tanpa selimut. Kami bertanya,

“apakah tidak bisa diantar dengan LV?”

“Bisa, tapi logistik baru datang dua hari lagi..” jawab Pak Eko

Dengan demikian, untuk dua hari kedepan kami ga bisa berganti pakaian, dan tidur kedinginan...

Comments

Popular posts from this blog

CATATAN PERJALANAN GN SINDORO 3153 MDPL VIA KLEDUNG

Labuan Bajo

Catatan perjalanan: Kasepuhan Ciptagelar dan Beras Berusia Puluhan Tahun