CATATAN PERJALANAN: TELAGA SUNYI DAN PANTAI SIUNG

30 Juli 2020

Perjalanan ini diinisiasi oleh Bang Randi yang ngotot berenang di Telaga Sunyi Purwokerto dan camping di pantai Jogja. Awalnya gw menolak dengan keras "ngapain dah camping di pantai, kaya anak kecil aja. Udah gitu jauh lagi di Jogja" karena gw udah rindu dengan ketinggian. Sempat terlintas juga sih di pikiran untuk ikut opentrip ke Pulau Sebesi. Tapi gw lebih ngikut abang aja karena ada aja cerita kalau ngikut dia. Misal nyasar ketika mendaki Merbabu (baca di sini: https://jaketoren123.blogspot.com/2016/06/catatan-perjalanan-merbabu.html), lalu ketemu hantu dan minum air sabun di Lawu.

Pada perjalanan kali ini, kami mengundang dua orang lagi karena sungguh roadtrip pakai mobil dengan dua orang sangat merugikan dalam segi finansial (yang patungan dikit) dan tenaga (yang nyupir dikit). Mereka adalah Bang Robi dan Kak Wanto. Bang Robi adalah junior abang gw ketika di kampus dan adalah pegawai PGN merangkap cover boy PGN dan beswan Djarum, sedangkan Kak Wanto yang nama aslinya Siska (gada eee nya) yang merupakan salah seorang teman abang ketika mendaki Annapurna, beliau kerja di Bank dan dipanggil Wanto tanpa sebab yang jelas. Bisa di follow guys ig mereka, @robimaul , @siskassnti .

31 Juli 2020

00.00 WIB

Roadtrip dimulai dari kosan abang gw bertolak ke arah Bekasi karena tol pasti macet parah mengingat besok mulai long weekend. Baru jalan beberapa menit di Bekasi tiba-tiba terdengar bunyi tak-tak-tak-tak dari sisi kanan mobil. Kami berhenti. Ternyata ban kanan belakang tertusuk kunci. Yak, kunci gembok yang tumpul, bukan paku. Jiwa-jiwa pesimis saya bilang "wah ini mah alamat dilarang pergi". Tapi walau begitu kami tetap lanjut dan mencari tukang tambal ban. Sementara waktu tak ada tukang ban yang buka, kalaupun buka gabisa menambal ban mobil. Akhirnya kami berhenti dan mengganti dengan ban serep. Setelah itu ketemu juga si tukang tambal ban.

Time skip untuk jam 3-6 karena gw tidur. Yang pasti adalah kami penumpang di belakang terhempas ke kanan dan kiri ketika Kak Wanto nyetir. Nyalip-nyalip karena macet.

Jam 6 kami sampai disuatu rest area (?) Cirebon. Cukup meleset dari rencana awal dimana kami merencanakan sampai Purwokerto jam 7 (dengan asumsi berangkat jam 11.00 yang akhirnya ngaret). 

Perjalanan dilanjut dengan Bang Robi sebagai pemegang stir. Kami sedang berada di jalan Brebes ke arah Songgom. Jalan rusak dan kami lapar (terutama Bang Robi dan Kak Wanto yang duduk di depan). Bakpia dan basreng di dalam mobil tak lagi seksi untuk dikunyah. Mereka yang duduk di depan meraung paling kuat kelaparan. Kami banyak melewati warung tapi anehnya kami tak berhenti. Banyak juga warung yang tutup karena ini adalah Idul Adha. Di sepanjang jalan pasti ada saja kumpulan warga yang hendak menyembelih atau malah sudah menguliti qurban. Setelah berdebat cukup lama untuk makanan pada akhirnya kami berhenti di RM Sukasari jalan Tegal-prupuk. INYONG KENCOT. Frasa yang terdengar kasar namun sebenarnya berarti "saya lapar" dalam bahasa jawa ngapak. Mereka bertiga memesan Soto dan gw memesan Bakso.

9.30 WIB

Stir mobil bergulir ke tangan gw. Jalanan rusak berubah menjadi jalanan mulus namun berkelok-kelok. Dari Tegal, kemudian masuk lagi ke Brebes, hingga Banyumas medannya begitu semua dan kondisi berubah saat mulai masuk Kota Purwokerto. Sepanjang perjalanan kami bisa mengamati G. Slamet yang disalah artikan oleh Bang Randi sebagai Dieng wkwk. Destinasi selanjutnya, Telaga Sunyi terasa dekat. Di sebelah selatan Slamet, sedang kami berada di sisi utara. Butuh waktu sekitar 2 jam untuk sampai di Batu Raden.

Kami sampai di loket Telaga Warna, dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, lalu membayar retribusi sebanyak Rp.62.000 (Rp. 13.000/orang). Pengunjung wajib menggunakan masker selama berada di daerah wisata. Turun mobil, meluruskan pinggang sebentar, unloading baju, handuk, fin, goggles, dan kami siap nyebur. Cukup berjalan 5 menit dari parkiran mobil dan pengunjung akan menjumpai telaga.

Dari deskripsi tukang parkir, telaga tersebut warnanya bisa menjadi coklat (musim hujan), hijau, dan biru. Kebetulan ketika kami datang, telaga ini berwarna biru dan benar-benar menghidupi namanya, sunyi, tak ada yang berenang. Telaga ini terbagi menjadi dua kolam dengan kedalaman maksimal 5 m (dekat air terjun), dan 3 m. Karena sedang puncak kemarau maka air terjunnya sedang kering. Tanpa basa-basi langsung buka baju dan menyelupkan kaki ke air. MAK! dingin banget! udah kaya mandi subuh di Villa Lembang. Karena itu gw perlahan-lahan membahasi tubuh. Pertama kaki, tangan, muka, punggung, dan badan, baru nyebur.

Telaga dalam
Telaga dangkal


Setelah berenang, badan gw terlihat merah. Katanya sih alergi dingin dan itu biasa dialami pengunjung. Gw merasa gagal sebagai orang yang mandi pagi selama empat tahun di Bandung. Sebelumnya sih gapenah sama sekali, di Leuwi Hejo juga gapernah. Tidak terlalu gatal sih, tapi agak mengkhawatirkan karena sekujur tubuh.

Setelah bilas dan beres-beres kami makan sate dan batagor yang ada di parkiran.

Kemudi mobil masih ada di tangan gw dari Purwokerto sampai Banjarnegara. Efek setelah berenang yang kalian tau, ngantuk, mulai terasa disini. Berhenti sebentar dan gantian nyupir dengan abang.

Timeskip pukul 16.30 - 19.00 WIB,

Sesekali gw terbangun, mendapati Kak Wanto dan abang berdebat karena salah jalan terus. Ada mungkin habis waktu 30 menit. Namun, gw dan Bang Robi terbangun sepenuhnya karena terhempas ke kanan dan ke kiri. Ternyata Kak Wanto yang bawa mobil. GILA! jalanan kecil, gelap, berkelok-kelok sembari naik turun di Wonosobo disikat terus, skillnya menyaingi supir ALS (bus antar lintas Sumatera). Bahkan seringkali Bang Randi mengingatkan karena sudah terlalu ugal-ugalan. Alasannya sih lapar tapi ga begitu seharusnya. Jangan ditiru ya guys.

Sekitar pukul 20.30 WIB kami sampai di Kota Jogja, karena warung makan di pinggir kota tutup semua. Mungkin karena efek lebaran haji. Akhirnya makan di Tora-Tora atas rekomendasi Bang Robi, sebuah warung kaki lima jejepangan. Saya pesan capcay 2 piring karena teringat capcay di nasi goreng solo tamansari Bandung, dekat ITB. Rp. 15.000 dapat segunung. Kecewa yang saya dapat ketika menunggu 30 menit ternyata seporsi capcay seharga Rp. 18.000 disini ternyata hanya 1/3 porsi capcay di dekat ITB.

Source: Google.com


Setelah mengantar Kak Wanto ke rumahnya, kami bertiga menginap di Hotel Tickle. 1 kamar (Rp.170.000) dengan extra bed (+Rp. 70.000) yang sangat decent.

Source: Hotels.com



1 Agustus 2020

Bangun jam 8 pagi dan masih malas-malasan karena di hotel sangat nyaman. Mau sarapan SS (sambal spesial) tapi baru buka siang. Lalu kami keliling-keliling nyari makan sampai dapatlah di soto kwali. Tiga piring soto dan nasi+kerupuk+kacang total Rp. 53.000. Pergi ke Indomaret sebelah untuk jajan makanan camping nanti.

Source: google.com


Setelah check out dari hotel sekitar jam 12 siang. Kami langsung tancap gas ke Warung SS Samirono. Lupa diri adalah hal yang terjadi. walau cuma bertiga kami pesan banyak lauk dan sambal. Ayam, dadar, cumi tepung, belut, bebek, sambal matah, sambal asam, sambal terasi, sambal teri, sambal belut (udah ingatnya itu aja), tambah nasi dan 5 dadar lagi untuk camping, total Rp. 190.000 untuk bertiga. Harga yang cukup fantastis untuk makan di SS.

Source: google.com


Singkat cerita sampai di Kab.Gn. Kidul..

Sepanjang pinggir jalan dibatasi oleh pecahan batu karang bolong yang disusun sehingga membentuk tembok. Jalan berbukit berbelok, terkadang ada sinyal, kadang tidak. Tapi, anginnya sangat sejuk disini. Padahal sudah dekat pantai. Ketika suatu pertigaan mobil kami diberhentikan warga lokal yang menawarkan sewa jeep untuk ke Pantai Timang. Pantai Timang adalah pantai yang ada gondolanya itu loh, jadi bisa nyebrang ke pulau (kata Bang Randi sih mahal, Rp. 300.000). Sayangnya, jalan ke Pantai Timang kurang elok sehingga sebaiknya dilewati jeep atau motor.

Sesampainya di gerbang loket Pantai Siung suhu tubuh kami dicek, diingatkan agar senantiasa memakai masker, dan membayar retribusi Rp. 5.000/orang. Setelah sekitar 18 jam mengemudi, sampailah kami di destinasi utama, Pantai Siung. Adalah pantai berpasir yang diapit tebing di sisi barat dan timur. Camping spot yang kami tuju ada di tebing barat karena si abang ada rencana panjat tebing. Namun sebelum menuju barat, kami main dulu ke tepi pasir timur, foto-foto dengan latar ombak besar beradu dengan karang.



Ternyata muncul masalah. Di pantai ini, smartphone tidak bisa menerima sinyal. Bang Robi yang harus ngirim data dan meeting esok pagi menjadi galau. Bahkan setelah kami berjalan ke tebing barat dan menggapai titik tertingginya sinyal telepon hanya muncul sayup-sayup. Kami berjalan terus menyusuri pantai tebing ke arah barat melalui tangga-tangga yang mirip setting di Pulau di film Kong sampai akhirnya menemukan gazebo dan memutuskan untuk mendirikan tenda di sana. Setelah semua barang diletakkan disana, Bang Randi mengantar Bang Robi ke pantai pasir untuk mencari motor sewaan demi mengejar sinyal. Gw nunggu di gazebo sambil dengerin lagu dan memakai sleeping bag. Anginnya kenceng pake BANGET. Kaya kena angin pas lagi bawa motor dengan kecepatan 60 kmph. Selain tak ada lampu (untung terang bulan), suara deburan ombak yang keras sangat menghipnotis. Pikiran tidak boleh sampai kosong. Gw ditinggal disana selama 30 menit sambil mendengarkan lagu payung teduh. Bahkan pas kami jemput Bang Robi bilang ke Bang Randi "Bang, udah aku tidur disini aja, kalian ke atas aja, aku takut kalo naik ke atas sendirian". Karena iba kami jemput Bang Robi ke pantai pasir, sembari ngobrol-ngobrol dengan warga sekitar.

Camping tidak afdol tanpa menyalakan kompor. Karena lapar gw lahaplah popmi dan SS yang ada. Kami bertiga berbincang sambil melahap kacang kulit yang ada. 

Sebenarnya langit tidak berawan, namun karena terang bulan Bang Randi gabisa memfoto bintang-bintang. Mungkin jika kami bangun subuh bulannya sudah terbenam dan bisa poto-poto milky way.

Bisa dilihat badan gw getar karena angin kencang

2 Agustus 2020

4.30 WIB

Gw kebangun. Gw bangunin si abang karena udah terbenam bulannya. Ternyata langitnya berawan di sisi horison selatan... walaupun begitu kami tetap poto-poto, lumayan hasilnya seperti midnight blue. Oiya jangan berharap kalian dapat melihat sunrise dan sunset dari spot sini karena pasti tertutup tebing. Tapi yang jelas, scenery tebing-tebingnya sangat apik! Jangan lupa bawa drone, biar potonya lebih keren. 

Gazebo tempat bermalam

View Pantai siung ke arah barat daya

Bang Robi yang harus virtual meeting pergi duluan ke gerbang loket siung dengan motor sewaan. Sementara, kami berdua memilih untuk bersantai lebih lama di pantai dan baru berangkat jam 9.00. Ketika hendak turun ke pantai pasir, kami bertemu dua pasang pasangan yang mengaku tidak diperbolehkan camping di tebing barat, bahkan camping di dekat spot panjat aja gaboleh. Mungkin ini bisa jadi tip bagi para pembaca: bilang aja mau olahraga panjat tebing, sehingga mungkin akan diperbolehkan menginap disana (kata Bang Randi).

Jam 11.00 kami sampai di pinggir Kota Jogja dan berhenti sejenak sambil melahap bakso. Tapi entah kenapa, dari RM Sukasari, Soto Kwali, sampai Bakso Djon ini kuahnya rasanya hambar. Apakah ini memang standar Jogja? atau lidah kami bertiga sebagai orang Sumatera memang butuh lebih banyak garam? atau pegawai restonya belum mau kawin(?)

Setelah menjemput Kak Wanto, kami bertolak ke Warung SS Monjali (LAGI!). Tadinya gw mau mengusulkan makan oseng mercon, karena cukup terkenal di Jogja. Tapi, khawatir pada sakit perut mengingat kita akan lama di jalan. Karena sudah makan bakso, gw ga ikut makan di SS. Selain perut sendiri kenyang, perut teman-teman dan orang kantor harus diisi juga, kalo ga bisa dihujat (baca: beli oleh-oleh).

Oseng Mercon: daging, gajih, kikil, dan ayam dimasak dengan cabai yang bikin garuk-garuk kepala, Source: travelingyuk.com

Giliran Kak Wanto nyetir, dari Klaten hingga Boyolali kondisi jalan padat merayap. Sehingga, Kak Wanto tidak bisa mengeluarkan potensi maksimumnya. Sampai di Tol Boyolali-Semarang... Kecepatan selalu berkisar antara 100-120 kmph. Semarang- Palimanan jalan tol juga cukup lancar. Barulah dari KM 208 hingga Jakarta, macetnya ga manusiawi. Untuk menempuh 200 km ini dihabiskan waktu 6 JAM. Untung saja senin pada WFH karena kami baru tiba di Jakarta pukul 3 pagi hari senin.

Comments

Popular posts from this blog

CATATAN PERJALANAN GN SINDORO 3153 MDPL VIA KLEDUNG

Labuan Bajo

Catatan perjalanan: Kasepuhan Ciptagelar dan Beras Berusia Puluhan Tahun