Catatan Perjalanan: Gunung Batu Sukamakmur

8 Desember 2018


Cerita dimulai dengan latar belakang "pengangguran" yang kami miliki. Sudah hampir dua bulan lamanya kami diwisuda, namun belum ada satupun dari kami yang sudah bekerja. Suatu hari, dibuatlah wacana untuk pergi ke Gunung Batu Sukamakmur. Para pelancong itu adalah saya, Dul, Rio (ktk), Jore, Aldo, Jem, dan Fritz. Tapi apalah daya, anak zaman sekarang (atau mungkin dari dulu) jika diajak hanya "ayo-ayo" saja tanpa menunjukan minat yang berarti, terutama jika diajak lewat chat. Seiring berjalannya waktu jumlah pelancong pun berkurang dari tujuh menjadi empat.

Sekilas tentang Gunung Batu Sukamakmur: Tidak seperti namanya, Gunung Batu Sukamakmur atau disebut juga Gunung Batu Jonggol merupakan sebuah bukit batu yang terletak di Desa Sukamakmur, Bogor. Dengan elevasi puncak +- 800 masl, Gunung Batu Sukamakmur tampak mencolok apabila kita melakukan perjalanan dari arah Citeureup. Kurang lebih penampakannya seperti segitiga siku-siku dengan hipotenusa (sisi miringnya) menghadap utara, dikarenakan sisi utara Gunung Batu Sukamakmur relatif landai dan sisi selatannya relatif tegak. Untuk komponennya sendiri, berdasarkan asumsi saya bukit ini adalah batuan beku andesit atau Batugamping. Namun feeling saya lebih condong ke batuan andesit. Entah entah batuan ini bekas volcanic neck dari gunung purba, atau apa, toh saya bukan sarjana geologi, he he..

sisi selatan Gunung Batu Sukamakmur dan kolam buatan


Perjalanan saya dari dimulai dari Ciputat ke Depok Cimanggis, Rumah Dul, tempat dimana kami bertemu sebelum berangkat. Sesampainya disana, kami disambut oleh Bapaknya Dul yang sedang mengajar ngaji anak-anak. Selang beberapa saat kemudian Ktk dan Jore muncul. Segala perlengkapan sudah kami siapkan seperti tenda, kompor, panci, gas matras, dan makanan. Awalnya, kami hendak berangkat menggunakan motor masing-masing ke Sukamakmur, jadi empat orang empat motor. Namun, untuk menghindari ongkos parkir yang acapkali mahal, akhirnya kami bawa dua motor. 

Perjalanan kami lakukan dengan rute Jl. Raya Bogor lalu berbelok ke timur ke Citeureup lalu ke daerah Jonggol. Panas emisi kendaraan yang pulang dari ibukota masih terasa hingga Citeureup. Tetapi, hawa-hawa sejuk mulai terasa di Jonggol. Tidak hanya hawanya, pemandangannya juga berbeda 180 derajat, yakni sawah, sungai, kebun, dan perbukitan, sangat asri. Menurut saya, daerah ini sangat cocok jadi short escape para pencari nafkah di ibukota selain Puncak Bogor (yang sekarang macet) walaupun jalannya lebih berkelok dan lebih kecil. 

Tiga jam sudah berlalu dari Depok, kami sampai di pintu masuk Gunung Batu Sukamakmur yang ada di kiri jalan. Bentukannya seperti lapangan besar di depan sisi tegak bukit dan ada warung. Kami ditagih uang 25 ribu/motor (denger-denger untuk mobil 50 ribu/motor). Sudah saya duga akan mahal. Motor tidak bisa diparkir lebih jauh lagi karena medan di depan sudah dipenuhi lumpur. Baru berjalan lima menit melewati telaga buatan, kami mendapati sebuah pos. Disana kami ditagih 20 ribu/orang untuk bermalam dan 15 ribu/orang untuk tektok, tanpa tiket. Dalam pendapat gw, objek wisata tanpa tiket restribusi yang ada capnya sering kali tidak jelas aliran dananya. Tapi, mau gimana udah terlanjur sampai.

penampakan Gunung Batu Sukamakmur dari parkiran, sumber: google


15 menit berjalan dari pos tersebut sampailah kami di campsite. Jalannya pun sudah cukup baik, yakni tanah-tanah yang dibuat menjadi tangga. Campsite terbuka dari satu sisi, mirip seperti campsite di Gunung Putri, Lembang. Luasnya pun cukup besar, kurang lebih muat untuk 10-15 tenda kapasitas empat orang. Disini diperbolehkan untuk membuat api, asal cari kayu sendiri. Ingat jangan potong pohon yang masih hidup! menurut kami, cuaca di Gunung Batu Sukamakmur tidaklah dingin, jadi tidak perlu membawa jaket. Sambil menikmati indomie dan kopi yang kami buat kami menghabiskan malam dengan candaan-candaan tipikal.

Campsite, sumber: google



9 Desember 2018

Mendaki ke puncak merupakan perjalanan yang cukup singkat namun makan ati. Pasalnya, jalannya cukup terjal dan licin walaupun ada tali. Belum lagi karena bukit ini berupa punggungan jadi jalannya sangat sempit. Bisa dibilang kanan kiri adalah jurang. Spot foto juga harus bergantian. Dan yang paling penting adalah bawa autan/sofel ke puncak. Karena sangat banyak serangga (ukurannya sebesar nyamuk tapi tidak menggigit) yang mudah masuk mulut atau terhirup. Sangat annoying.

atur napas dulu, udah jompo


pemandangan ke arah utara
Puncaknya
#NOHOMO



Comments

Popular posts from this blog

CATATAN PERJALANAN GN SINDORO 3153 MDPL VIA KLEDUNG

Labuan Bajo

Catatan perjalanan: Kasepuhan Ciptagelar dan Beras Berusia Puluhan Tahun