DIARY KERJAAN: JADI EXPAT DI THAILAND (INTRO)


17 February 2020

suwadikhaaap/khaa

Itulah kata-kata yang paling sering diucapkan oleh orang-orang Thai ketika bertemu satu sama lain. Mirip seperti halo mungkin ya (CMIIW). Jadi kali ini gw dan Fawwaz dapet tugas dinas ke luar negeri. Di suatu siang yang hening, 3 minggu paska proyek BSI yang gagal, berbunyi notifikasi dari apps outlook. Di apps ini gw cuma naro email kantor jadi, ketika ada notif, pasti ada hal penting yang akan terjadi, antara proyek, atau gaji. Isinya kira-kira begini:

subject: upcoming Laos work

I have updated from client to mobilize crew to Laos on next week. So we need Andre and Faris come to thailand on 19th feb this week and open return ticket for 2 months.

regards,

BOOOM

dan hari itu tanggal 17 Feb, ada 2 poin yang membuat shock, pertama tanggal 19 Feb, dan kedua "2 months". Emak yang mendengar hal ini langsung membekali gw dengan 2 kg dendeng kering, karena nyari makanan halal di Laos cukup sulit kata temen Thailand gw.

19 February 2020

Fawwaz pun nitip masker dan hand sanitizer ke gw karena ktanya di Bekasi udah abis. Tapi ga gw hiraukan karena gw ignorant sama covid-19 (dan karena gw punya masker N95 yang gw gatau ampuh atau ga). Sampainya di Bandara gw langsung pake masker. Cukup parno karena obat corona ini belum ada. Tapi ya Wallahualam.

Masuk pesawat Thai Airways yang semua awak kabinnya bermasker, bahkan bersarung tangan (tapi sarung tangan plastik bening pembuat kue). Bahkan para penumpangnya juga banyak yang pakai masker, tapi ga semua.

4 jam lebih mengudara gw dan Fawwaz landing di negeri gajah putih. Hal yang pertama dilakukan adalah terpaksa beli simcard yang agak mahal, 300 baht (Rp 180,000) dengan paket 20 GB yang hanya aktif 8 hari, dan tourist sim card ini paketnya lebih mahal dari paket lokal, karena daftarnya pakai passport.

Kami memesan grab melalui hp Fawwaz, drivernya sudah sampai kata apps. tapi gada plat yang sesuai. Dia pun menelpon, tapi pakai bahasa thailand. 3 kali hal itu terjadi, seiring kami melakukan segala cara agar dia tau lokasi kami. Cara yang berhasil adalah ketika driver menelpon, berikan hp kepada orang lokal terdekat dan suruh mereka menjelaskan lokasi kita. 5 menit kemudian kami di pick up (bukan pu**ic pickup loh ya).

Hotel yang dibooking untuk kami cukup besar, parkiran yang luas, gedung yang nampak baru, namun sangat sepi. secara bird eye view bentuk gedungnya seperti huruf o simetris dengan kolam renang yang belum jadi ditengahnya. Kamarnya juga cukup ok.

sumber: google maps


esoknya kami ke office, tapi nampaknya kami jadi orang yang paling pertama. Setelah itu datang Ben, Pop, Nina, Noi, Neung. Pop nyuruh kami nyiapin kabel buat kerjaan di Laos, siangnya Nina masak ayam untuk semua yang ada di kantor. Seperti sebuah keluarga. Lalu kami jajan beli thai tea asli langsung dari negaranya walau rasanya sama aja.

Ternyata terjadi perubahan rencana lagi, alih-alih ke Laos, kami malah dipindahkan ke thailand selatan untuk membantu Art. Munculah tiket kereta exclusive untuk kami.

20 February 2020

Kami check out dari hotel, langsung menuju kantor. Di kantor sudah ada Neung yang menanti dan hendak mengajari kami instrument baru. Kami menggelar kabel dan elektroda, namun nampaknya Neung masih bingung cara mengoperasikannya. Hasilnya hari ini gabut lagi. 

Tiba-tiba sekitar pukul 14.30 Pop ditelpon oleh si country manager, Jun, dia meminta agar seorang dari kami menggantikan posisi dia di PNG. Sangat dinamis sekali perusahaan ini, bahkan last minute pun masih ada kemungkinan berubah rencana. Tapi kami menolak.

Kami sampai di stasiun pukul 15.30 sedangkan kereta masih berangkat pukul 19.30. Sehingga di dalam stasiun bangkok yang bentuknya mirip stasiun Jakarta Kota ini, gw mewawancara beberapa bule, dan Fawwaz duduk mager.

stasiun Bangkok, sumber: https://www.ensquaredaired.com/


Pasangan bule pertama: mereka berasal dari Uruguay, keduanya menggunakan masker. Cewenya cakep, bule rambut item gitu (kalo kata Fawwaz kaya bintang bokep) Mereka berdua hendak menuju suatu kota yang gw gatau namanya. Setelah itu mereka terbang ke Singapore dan pulang kampung. kata mereka tiket Uruguay - Singapore sekitar 1500 USD. Maklum, salah satu impian saya kan ke Amerika Latin.

Bule kedua: ibu-ibu yang lagi ngerokok di luar stasiun. Asalnya dari Moscow, aksen Rusianya kental banget. Tapi dia langsung kabur ketika gw ajak ngobrol lanjut

Pasangan Bule kedua: Asal mereka dari Berlin. Mereka ingin pergi ke Ko Samui, sehingga mengambil jurusan yang sama dengan kami, Surat Thani. Si laki udah lahir sebelum reunifikasi jerman barat- timur. sehingga dia bisa menceritakan bagaimana ketimpangan Berlin barat - timur.

Bule terakhir: Doi asal Vladyvostok, kerjaannya ngajar bahasa inggris di China, kebetulan deket sama Wuhan. Tapi karena Covid-19, semua toko, transport, bar, semuanya tutup. sehingga dia gabisa senang-senang, makanya dia ngabisin duit ke Thailand. Doi juga mau ke Surat Thani. Gw sempat tertarik untuk melintasi Rusia dengan kereta trans siberia, dan katanya sih harganya sekitar 200 USD dengan durasi 10 hari.

Tak terasa pukul 7, kami bergegas masuk kereta. Jiwa norak kami menjerit ketika menyadari bahwa interior kereta apinya mirip dengan gerbong-gerbong di luar negeri, yang pernah nonton Murder on the Orion Express pasti ngerti maksud gw, maklum di Indo kan gada. Di dalam bilik berukuran 2x1 ini (mirip ukuran kuburan ya) terdapat dua kasur bertipe kasur tingkat. Ketika kami lihat lagi tiketnya, ternyata kasur yang bawah lebih mahal harganya. Ternyata betul, jika tidur di kasur bawah maka penumpang dapat melihat pemandangan luar jendela. Dan jika tidur di kasur atas, maka akan lebih mudah kedinginan karena lebih dekat dengan AC, sekalipun menggunakan selimut.

harunya ada tangganya, source: https://www.wanderintwo.com/


Tapi kekurangan kereta ini adalah mereka ga nyediain makanan ringan. Kami bahkan sampai mengunjungi dapur dan rata-rata harga makanannya diatas 100 Baht. Bahkan kami tanyain kokinya

"do you sell cupnoodle?"
"Meidai angkrit" (bahasa thailand) yang artinya: gabisa bahasa inggris
lalu saya buka kamus online dan menunjukkan terjemahannya pada beliau
"oh, no. no have" katanya sambil geleng-geleng

Kami kira KA di Indonesia adalah yang paling terlambat. Ternyata disini lebih parah. Alasan kami berangkat tepat waktu adalah karena St. Bangkok adalah stasiun awal dan terakhir, jadi KA nya nginep dulu disana. Tapi kalau bukan di stasiun ujung, telatnya keterlaluan. Seharusnya kami tiba di Chawang pukul 8 pagi, tapi malah tiba pukul 11.

Kami dijemput oleh mobil merah Austhai yang dikendarai Turk. Kami diajak makan siang, tapi karena disini sulit mencari makanan non babi jadi agak lama cari makanannya. Pada akhirnya kami makan ayam kari dan daging kari yang baunya sangat menggoda. Kalo di Bahasa inggrisin namanya Basil Chicken, kaya akan rempah dan pedes banget. Fawwaz yang sangat waswas akan babi lebih memilih memakan patthay.

Kami sampai di homestay yang ada di pinggir kota. Ketika dilihat dari luar terlihat sangat sederhana, kaya kos-kosan. Pas sampai di dalam ternyata semuanya nampak normal kecuali satu hal. Ada kaca yang lumayan gede di kamar. Ukuran kaca WC umum gitu deh yang di depan wastafel. Setelah gw usut kata Art kamar yang ada kacanya itu biasa disewain buat hotel melati wkwk.



Oiya, kami juga bertemu dengan Daly, bule Aussie yang turut serta dalam proyek ini.

Setelah santai-santai agak lama dan mandi, pukul 17.30 matahari masih belum tenggelam, kami dinner bersama dan hendak mengantar Daly dan Turk ke stasiun. Pukul 18.00 makanan kami baru muncul, sedangkan di tiket kereta keberangkatan adalah pukul 18.00. Turk tampak santai sementara Daly nampak sangat khawatir ketinggalan kereta.

Kembali ke kos eh maksudnya homestay, kami beristirahat karena esok kami mulai bekerja. Karena ketika di kereta saya melihat topografi curam adalah hal yang umum di South Thailand, maka saya berekspektasi bahwa pekerjaan akan memerlukan fisik yang prima...





Comments

  1. Saya terkagum baca ceritanya, sampai saya tertegun membaca paragraf setelah foto ke-2

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

CATATAN PERJALANAN GN SINDORO 3153 MDPL VIA KLEDUNG

Labuan Bajo

Catatan perjalanan: Kasepuhan Ciptagelar dan Beras Berusia Puluhan Tahun