DIARY KERJAAN: EXPAT RASA KULI


Hari ini gw dan Fawwaz resmi kerja di negara lain. Client kami adalah Pan Asia Metal, sebuah perusahaan pertambangan yang berbasis di Singapura dan barang yang dicari bukanlah emas atau tembaga, melainkan tungsten atau bahasa kerennya wolfram. di satu sisi, pertambangan sudah dilarang di Thailand, 180 derajat dengan Indonesia yang mengandalkan pertambangan sebagai salah satu cadangan devisa. Sehingga eksplorasi ini bersifat sebagai investasi jangka panjang, tidak serta merta ketemu logam langsung dikeruk. Seandainya memang terbukti ada logam, maka akan ditahan dulu sampai kebijakan pemerintah Thailand berubah. Mungkin puluhan tahun lagi.

Keseharian kami dimulai dari jajan sarapan dan makan siang, loading barang di workshop sekaligus sarapan, berangkat ke site dan akuisisi data, kembali ke workshop unloading barang, kembali ke hostel, jemput antar laundry, makan malam.

Jajan sarapan pagi dan makan siang

Tiap pagi masing-masing personil mendapat jatah uang 100 Baht untuk sarapan dan makan siang. Dan tiap pagi pula kami belanja di tempat yang sama, Pasar Thanpho yang terletak di pinggir rel kereta. Ketimbang beli makanan di Pasar Chawang, beli makanan di Thanpho lebih efisien karena sejalan dengan arah site. Bentuknya seperti pasar biasa, kalo dibandingkan dengan Pasar Ciputat, pasar Thanpho jauh lebih kering. Mayoritas merupakan pedagang makanan. Karena kami masih awam jadi diajak keliling dulu oleh orang Art. Hari ini gw ingin makan telor dadar untuk sarapan dan makan siang. Art memesankan dadar kepada wanita paruh baya penjual makanan, lalu Art pergi. Di sini gw ditipu. Masa 2 dadar dan 2 nasi serta sebungkus sambal Thailand harganya 100 Baht (1 Baht = 450 rupiah). gw geram dan langsung memanggil Art. Beliau protes dan akhirnya si pedagang minta maaf dengan dalih salah hitung, sehingga harganya menjadi 80 Baht (masih tetap mahal wkwk).

view Thanpho dari stasiun, sepanjang jalan yang di tandai garis biru adalah pasar. Oiya, dibandingkan dengan mobil-mobil semacam Xenia, Inova, Avanza, di Thailand seleranya lebih ke mobil bak 4wd. Padahal topografi negara kita lebih curam...
Fried chicken disini lebih merah daripada di Indo, mungkin karena tepungnya beda sumber: https://depositphotos.com/213111160/stock-photo-pattaya-city-thailand-mart-2018.html

Orang Thailand kebanyakan gabisa bahasa inggris, jadi gw coba belajar angka 1-1000 dalam bahasa Thailand, cukup mudah walau kadang nadanya salah (ya, bahasa Thailand pakai nada). kata-kata sederhana juga wajib dipelajari agar tidak memakan makanan haram seperti, chai (ya), mai (tidak), anii (ini), nun (itu), neua (daging sapi), pla (ikan), kai (ayam), khai (telur), muu (babi), maa (anjing). 

note: semua yang gw tulis diatas ada nadanya masing-masing, jangan serta-merta dipraktikkan tanpa nada karena akan merubah makna.

Loading barang di workshop

Tiap hari pasti ke workshop. Setelah sarapan, kami menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk survey. Ini pertama kali gw melihat kru untuk job ini. Ekspektasi gw ada belasan orang, ternyata dibawah 10 orang. Usianya pun beragam dari 30 tahunan sampai 50 tahunan (beberapa dari mereka sering mengenakan sarung Thailand yang diikat diperut). Dari workshop kami berangkat, kru berangkat menggunakan dua mobil 4wd.

Gaya memakai sarung Thailand


Receiver seberat 7 kg sumber: https://www.gddinstrumentation.com/ip-receivers


Akuisisi data

gw senang, karena ternyata topografinya jauh lebih landai dibandingkan job Martabe. Site kali ini merupakan perkebunan karet, jadi bukanlah hutan tropis yang sangat rapat seperti di Sumatera. Tidak jauh berbeda dengan job IP yang lalu-lalu, hanya saja konfigurasinya lebih sederhana dan kabelnya lebih tua. Karena usia kabel yang tak bisa dipungkiri lagi, sering terjadi masalah yang menghambat progress job. Padahal, jika semua lancar maka satu area bisa diselesaikan dalam satu hari.
Karena jumlah kru yang sedikit, maka tidak ada pengalokasian kru untuk membawa receiver. Kebetulan operator receiver untuk area ini adalah gw dan Ming (cewe). Sehingga jiwa chivalry gw keluar, dan mau gamau gw yang harus memikul kotak seberat 7 kg itu. Walaupun dulu pas ospek gw kuat bawa 20 kg++ sempat terpikir juga bahwa pangkat gw lebih rendah dari kru. Expat kok rasa kuli... hahaha



Kebun karet nan landai adalah site favoritku. Kekurangannya adalah sulitnya untuk mencari lokasi untuk BAB karena terlalu terbuka dan banyak orang berlalu-lalang


Aftermath akuisisi

setiap sore kami tiba di hostel pukul 17.00, bahkan tidak jarang pukul 18.00. Setelah mandi dan bengong sejenak agenda rutinnya adalah mengambil laundry, maklum hostelnya tidak menyediakan jasa laundry. Mengambil laundry selalu ditempat yang sama, di rumah tukang laundry yang entah kenapa selalu gelap, mungkin rumahnya gapunya lampu depan.
Berbeda dengan sarapan, kami dinner (ciat) di Chawang. Selama dua minggu di Chawang kami hanya mengunjungi empat kedai untuk dinner. Tapi, tiap makan malam selalu puas karena selalu ditanggung Art. Mau nambah nasi silahkan! mau nambah lauk juga boleh! Belum lagi makanan Thailand yang kaya dengan rempah, mantap jiwa! Meski demikian, kadang Fawwaz yang terlalu parno akan kemungkinan adanya komposisi haram dalam makanan kami sering kali tidak terlalu selera makan, biasanya dia jajan setelah itu.
Beberapa hari sekali kami restock air mineral untuk dilapangan, kebutuhan air kru juga kami yang menanggung. Sehingga sekali beli bisa 10 plastik akua. 1 plastik akua isinya 6 botol 1.5 liter.

dalam dua minggu rutinitas diatas dilakukan setiap hari. Untuk sarapan pagi dan makan siang kadang gw ganti menjadi ati ampela tepung (semacam fried chicken) dan nasi ketan. Orang Thailand hobi banget makan apapun dengan nasi ketan. Kadang gw makan nasi instant dari seven eleven, kadang juga makan ayam basil, tapi ga pernah lagi gw beli dadar di warung yang pernah nipu gw, cuih!

area 2

area 2 terbagi menjadi dua fase. Fase satu adalah area barat dan fase dua area timur. Kenapa dibagi menjadi dua fase? karena area ini dipotong oleh rel KA, sehingga pemasangan kabel melintasi rel sangat tidak mungkin. Fase barat area 2 merupakah area yang lebih curam ketimbang area sebelumnya. Meski sama-sama kebun karet tapi area 2 lebih menghabiskan napas ketimbang area 1. Kali ini operator receiver adalah gw dan Fawwaz, di sini berasa banget ngulinya. Fawwaz bawa receiver, dan gw bawa tas gw dan Fawwaz di medan yang cukup terjal. Proses akuisisi jauh lebih lambat dari area sebelumnya karena kompleksnya struktur geologi di daerah ini. Tidak jarang kami baru keluar kebun pukul 17.00.

Untuk fase timur medannya jauh lebih mudah, tapi progress akuisisi sangat lambat karena tingkat noise data cukup tinggi.

Post-job party

Hampir disemua tempat yang Austhai datangi pasti ada farewell partynya. Bahkan memang ada alokasi dananya. Tapi party ini ga sehat, karena hampir semuanya kecuali gw dan Fawwaz mabuk-mabukkan. Padahal Art cuma beli beberapa botol miras, tapi para kru jauh lebih royal karena udah payday. Beli whiskey sekardus udah kaya beli ciki komo (ini satu orang loh ya). Untungnya mereka bawa makanan juga seperti ayam goreng dua ekor, jadi kami berdua ga kaya kambing congek diem-diem aja disaat yang lain kaya orang barbar. Setidaknya ada ayam yang bisa dicubit-cubit. Bahkan ada orang tak dikenal juga ikut joinan, eh ternyata dua orang tak dikenal itu bapak-bapaknya kru kami. Ming yang lemah sama miras udah ketawa-ketawa kaya orang sedeng, mukanya memerah. Pukul 22.00 kami tiba di hostel.

Esoknya kami beres-beres barang di workshop, semuanya dipacking. Yang bisa dibersihkan ya dibersihkan dulu. Setelah semua selesai dipacking, barang-barang kami antar ke stasiun Thanpho untuk dikirim ke Bangkok via KA. Total beratnya 230 kg tidak termasuk 2 receiver dan generator.

Final day in Chawang

Kami berangkat pukul 9.00 dari hostel. Dengan total perjalanan lebih dari 12 jam, dari selatan ke utara hanya Art yang menyetir. Saat itu gw belum terlalu lancar menyetir mobil jadi gw sangsi untuk menyetir. Sesekali kami berhenti di seven eleven nungguin Art selesai merokok. Kasian, dia pasti capek dan ngantuk. Walaupun lelah di mobil tapi lelah tersebut tergantikan dengan pemandangan. Terutama ketika Tanah Genting Kra dan perbatasan Thailand-Myanmar.

Tanah Genting Kra (lingkaran biru)


Tanah Genting Kra adalah daratan dengan lebar terkecil di semenanjung indo-china. Bahkan dulu ada kabar kalo daratan ini akan "dipotong" dan dibuat kanal yang menghubungkan teluk thailand dan Laut Andaman. Jadi kapal tujuan India/Afrika dari China atau sebaliknya tidak perlu melalui Singapura. Bayangkan jika wacananya menjadi nyata, pasti efeknya akan sangat besar untuk ekonomi negeri singa.


Perbatasan Thailand-Myanmar di selatan merupakan batas alam berupa pegunungan, jika kalian berangkat dari selatan, maka pegunungan akan ada di sisi kiri kalian dan daratan yang sangat datar ada di sisi kanan.

Pukul 23.00 kami tiba di Samut Phrakan, Art nampaknya sudah tak sanggup lagi sehingga kami memutuskan untuk menginap di hostel creepy...

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

CATATAN PERJALANAN GN SINDORO 3153 MDPL VIA KLEDUNG

Labuan Bajo

Catatan perjalanan: Kasepuhan Ciptagelar dan Beras Berusia Puluhan Tahun