PRE EKSPEDISI PAPUA TERANG!
29 Juli 2018
Fajar mulai menyongsong. Setelah kurang lebih kami tujuh jam melayang di udara, akhirnya kami sampai di "surga kecil jatuh ke bumi", tanah Papua. Sebenarnya dari subuh saya sudah berusaha mengintip ke luar jendela, namun apa daya saya duduk di aisle. Saya berharap bisa melihat pegunungan tengah Papua yang merupakan hasil collision lempeng dari utara dan lempeng Indo-Australia, begitu kata dosen geologi saya. Namun pagi ini Papua diselimuti kabut sepenuhnya sehingga tidak terlihat apa-apa. Sementara di bagian utara pesawat terlihat pemandangan indah pantai utara Jayapura, Teluk Youtefa dan Danau Sentani. Semakin lama kami dekat ke daratan, semakin jelas morfologi yang telah menanti untuk dijelalah. Tanahnya sangat berkontur dan kenampakkan didominasi oleh hutan lebat. Bahkan di bandara dikepung oleh Pegunungan Cyclop di utara dan Danau Sentani di selatan. Sesampainya di depan bandara, kami sudah disambut oleh rombongan PLN yang dipimpin oleh pak General Manager Maluku dan Papua. Di sisi lain ratusan pasang mata lokal sudah tertuju kepada kami yang berpenampilan mencolok: berseragam oren, rompi oren dan bergerombol. Sembari pak GM memberi sambutan kami diberi sarapan pagi.
Seusai sambutan, tim Wamena langsung mengudara lagi ke Ibukota kabupaten Jayawijaya tersebut. Sementara kami, penempatan Jayapura, harus menaikki damri dari bandara ke kantor area Jayapura di Abepura. Sepanjang perjalanan, terlihat jelas di sisi kanan bus, Danau Sentani, danau terbesar di pulau Papua menghampar luas, lengkap dengan bukit-bukit teletubis sebagai sudut-sudut dari danau cantik itu.
Sesampainya di kantor Area, kami disambut oleh manajer area, asisten manajer perencanaan, dan manajer rayon Arso. Pertama adalah pembukaan dari manajer area. Lalu pemaparan dari asisten manajer perencanaan yang menjelaskan jobdesk kami nantinya. Di PLN pusat, kami dijelaskan bahwa tugas kami hanyalah mensurvei kampung-kampung dengan cara men tagging rumah-rumah dengan GPS atau locus map, mencari energi baru terbarukan dan menghitungnya (contoh PLTMH), dan wawancara tentang beberapa data administratif dari kampung yang akan disurvei seperti jumlah KK, penghasilan, pekerjaan, dll. Namun, pak asisten menjelaskan tugas kami lebih dari itu, yakni dengan membuat desain jaringan listrik di desa yang telah disurvei termasuk dengan menentukan jenis-jenis tiang yang akan dipakai. Semua ekspeditor tercengang karena ini diluar dugaan. Tapi tidak apa, kami akan dibekali dengan buku panduan menentukan tiang jaringan dari PLN area. Pertemuan hari ini disudahi dengan makan siang dengan menu Soto Lamongan.
Seluruh ekspeditor Jayapura dipindah ke Hotel @home Abepura. Kebetulan teman sekamar saya adalah alumni Uncen, dia adalah Ison. Baca deskripsi tentang Ison di sini ( http://jaketoren123.blogspot.com/2018/09/tentang-ekspeditor-papua-terang-keerom.html ). Saya pun tertidur sampai jam 7.
Pada jam 7 kami diminta berkumpul di aula hotel, agendanya adalah penyuluhan penggunaan GPS, pembagian ulang kelompok, pembagian ulang kampung dan pembagian buku panduan tentang tiang. Penyuluhan GPS ini dirasa penting karena tidak semua relawan dari PLN familiar dengan alat ini. Ada yang dari bagian pengawas internal, ada yang bagian perawatan mesin, ada yang tukang panjat SUTET, dll. Yang paham dengan alat ini hanyalah orang-orang dari divisi perencanaan. Begitupula mahasiswa, banyak yang berasal dari bidang non lapangan. Namun tak apa, penggunaannya cukup mudah. Mungkin yang cukup sulit adalah penentuan jenis tiang karena ada banyak jenis tiang, dari tiang tegangan rendah sampai tengangan menengah. Hal ini menjadi PR untuk kami. Sementara itu kelompok saya jadi berubah, awalnya saya sekelompok dengan Keke dan Emon, lalu diubah menjadi sekelompok dengan mas Adi dan mba Sus. Lokasi saya pun berubah, dari Keerom+Peg. Bintang menjadi full Keerom. Awalnya saya pikir, tak apalah asal jangan lingkungan rawa seperti Papua Selatan.
Setelah penyuluhan, saya berniat membeli kartu Tel****el. Bukan promosi, tapi memang operator inilah yang sinyalnya paling bagus disini. Tidak lupa pula saya langsung membeli paketnya mumpung ada ATM. Karena sulit tidur, saya menghabiskan malam dengan ngobrol di depan hotel bersama Wario (pegawai PLN area), Ghifar, Fitri, Ozky, Menyot, Iqra, Keke, Galon, Acong, Fariz.
Sesampainya di kantor Area, kami disambut oleh manajer area, asisten manajer perencanaan, dan manajer rayon Arso. Pertama adalah pembukaan dari manajer area. Lalu pemaparan dari asisten manajer perencanaan yang menjelaskan jobdesk kami nantinya. Di PLN pusat, kami dijelaskan bahwa tugas kami hanyalah mensurvei kampung-kampung dengan cara men tagging rumah-rumah dengan GPS atau locus map, mencari energi baru terbarukan dan menghitungnya (contoh PLTMH), dan wawancara tentang beberapa data administratif dari kampung yang akan disurvei seperti jumlah KK, penghasilan, pekerjaan, dll. Namun, pak asisten menjelaskan tugas kami lebih dari itu, yakni dengan membuat desain jaringan listrik di desa yang telah disurvei termasuk dengan menentukan jenis-jenis tiang yang akan dipakai. Semua ekspeditor tercengang karena ini diluar dugaan. Tapi tidak apa, kami akan dibekali dengan buku panduan menentukan tiang jaringan dari PLN area. Pertemuan hari ini disudahi dengan makan siang dengan menu Soto Lamongan.
Seluruh ekspeditor Jayapura dipindah ke Hotel @home Abepura. Kebetulan teman sekamar saya adalah alumni Uncen, dia adalah Ison. Baca deskripsi tentang Ison di sini ( http://jaketoren123.blogspot.com/2018/09/tentang-ekspeditor-papua-terang-keerom.html ). Saya pun tertidur sampai jam 7.
hotel @home premiere abepura |
Pada jam 7 kami diminta berkumpul di aula hotel, agendanya adalah penyuluhan penggunaan GPS, pembagian ulang kelompok, pembagian ulang kampung dan pembagian buku panduan tentang tiang. Penyuluhan GPS ini dirasa penting karena tidak semua relawan dari PLN familiar dengan alat ini. Ada yang dari bagian pengawas internal, ada yang bagian perawatan mesin, ada yang tukang panjat SUTET, dll. Yang paham dengan alat ini hanyalah orang-orang dari divisi perencanaan. Begitupula mahasiswa, banyak yang berasal dari bidang non lapangan. Namun tak apa, penggunaannya cukup mudah. Mungkin yang cukup sulit adalah penentuan jenis tiang karena ada banyak jenis tiang, dari tiang tegangan rendah sampai tengangan menengah. Hal ini menjadi PR untuk kami. Sementara itu kelompok saya jadi berubah, awalnya saya sekelompok dengan Keke dan Emon, lalu diubah menjadi sekelompok dengan mas Adi dan mba Sus. Lokasi saya pun berubah, dari Keerom+Peg. Bintang menjadi full Keerom. Awalnya saya pikir, tak apalah asal jangan lingkungan rawa seperti Papua Selatan.
Setelah penyuluhan, saya berniat membeli kartu Tel****el. Bukan promosi, tapi memang operator inilah yang sinyalnya paling bagus disini. Tidak lupa pula saya langsung membeli paketnya mumpung ada ATM. Karena sulit tidur, saya menghabiskan malam dengan ngobrol di depan hotel bersama Wario (pegawai PLN area), Ghifar, Fitri, Ozky, Menyot, Iqra, Keke, Galon, Acong, Fariz.
30 Juli 2018
Saya tertidur lelap karena kasur hotel itu enak banget! Dibangunin jam 9 pagi dan disuruh sarapan. Langsung ada pemberitahuan dari teh Wulan buat bersiap sesegera mungkin, karena akan ada sambutan dari pak GM (lagi) di kantor Area. Kali ini sambutan dari GM ditemani dengan video pembangunan jaringan listrik di Bonggo, Sarmi. Terlihat bahwa medannya berbukit-bukit dan orang-orang harus menarik tiang listrik, ya, bukan diangkat tapi ditarik. Ini merupakan tantangan tersendiri. Karena yang sangat menjadi masalah pembangunan di papua adalah medan dan akses. Kedua masalah ini saling terkait, karena medannya sangat sulit, survei jalan akan menjadi lebih lama sehingga berdampak pada pembangunan akses yang lebih lama. Oke cukup dulu ngelanturnya. Sembari makan siang dengan nasi box masakan Padang, nama kami dipanggil satu persatu. Setiap ekspeditor akan diberikan uang dinas atau yang dikenal sebagai SPPD. Uang dinas ini pengertian sederhananya adalah uang yang diberikan untuk mengakomodir segala kegiatan dinas kami, yang disini adalah ekspedisi, mulai dari uang makan, uang transport dan kebutuhan lainnya. Tiba-tiba setelah pembagian SPPD, muncul pengumuman bahwa tim Keerom dan tim Sarmi akan berangkat siang ini juga.
" yes akhirnya petualangan segera dimulai" jerit saya dalam hati.
Sebelum berangkat, kami mengemasi barang-barang yang ada di hotel. Beberapa orang termasuk saya singgah ke Hypermart untuk membeli SD card cadangan. Akhirnya 12 orang ekspeditor Keerom + teh Wulan diberangkatkan dari depan hotel @home dengan bus damri ke Arso, pusat Kabupaten Keerom. Perjalanan singkat saja, hanya dengan satu jam, kami tiba di kantor PLN rayon Arso. Berbeda dengan tim Sarmi yang harus menempuh waktu delapan jam. Setelah mengantar kami, Teh wulan kembali lagi ke kantor Area. Kami disambut (lagi) oleh Manajer Rayon, Pak Iskandar. Konten sambutannya yang paling penting adalah penjelasan tentang pembagian kerja dan sketsa keberadaan distrik-distrik di Keerom.
Pak Is membagi kami menjadi empat tim. Masing-masing tim terdiri dari tiga orang. Tim saya kebagian ke distrik Yaffi, lalu ada tim ke distrik Web, ada tim ke Distrik kaisenar, dan ada tim yang ke distrik Waris dan Senggi. Kenapa ada tim yang ke dua distrik? Karena di dua distrik terkait akses jalannya sudah bagus, sehingga lebih mudah disurvei ketimbang distrik lain. Namun tentu jumlah kampung tim tersebut lebih banyak daripada tim lain. Sebenarnya masih ada satu distrik lagi, yakni Towe. Namun dihapuskan sementara dari daftar karena untuk mencapai kantor distrik butuh sewa helikopter atau pesawat, ditambah durasi perjalanan ke desa terdekat bisa mencapai 3 HARI.
Karena sesuai surat perintah kami mulai bertugas per tanggal 1 Agustus, hari ini kami beristirahat di kontrakan kuning di dekat Kantor Rayon.
31 Juli 2018
Pagi menjelang di kontrakan
kuning. Matahari begitu menusuk mata kami karena jendela menghadap timur.
Agenda hari ini adalah pelepasan ekspeditor di kantor Bupati dan pertemuan
dengan TNI. Kami berangkat ke kantor bupati menggunakan pick up PLN rayon,
belum sampai 15 menit kami sudah sampai di tujuan. Sayangnya pak Bupati sedang
tidak ada di tempat. Secara ringkas, pertemuan tersebut berisi tentang
pengarahan singkat pak Is ke pihak bupati tentang program EPT, lalu sambutan
dari pak Asisten Bupati. Beliau mengatakan bahwa
sambutan oleh asisten bupati |
“Kami sangat senang menerima tamu
yang membantu pembangunan di Keerom”
Setelah itu doa bersama yang
dibacakan secara agama mayoritas di Papua, yakni Katolik. Barulah kami dilepas
di halaman kantor Bupati. Pelepasan secara simbolis dilakukan dengan pemasangan
atribut pada Lala dan mas Gotri.
pelepasan simbolis oleh asisten Bupati |
Setelah pelepasan kami kembali ke
kontrakan kuning. Karena waktu lowong, kami mencoba merakit solar cell yang
telah dibagikan. Solar cell ini terdiri dari tiga komponen utama. Yakni
1. Panel
surya 2 pcs
2. Kabel
penghubung
3. Baterai
Dengan komponen tambahan seperti
1. Tiang
penyangga panel 2 pcs
2. Lampu
dan kabel 6 pcs
3. Baut
(banyak)
panel surya dan baterai |
Untuk mengisi baterai, solar cell
di cas dibawah sinar matahari. Karena menggali tanah adalah pekerjaan yang
memakan waktu dan tenaga. Kami meletakan panel diatas tanah dengan disangga
oleh karton. Seperangkat solar cell ini diberikan ke tiap kelompok sebagai
cadangan untuk mengisi baterai hp, atau memberikan penerangan. Belum sampai 30
menit, air tuhan pun turun. Kami kalangkabut memindahkan solar cell.
Pukul 14.00 WIT kami dikumpulkan
di kantor rayon untuk bertemu dengan para TNI. Kami menunggu sebentar, lalu
mereka muncul. Tidak tanggung-tanggung, komandan pasiter (pasukan seksi
teritorial) membawa 20 orang lebih sehingga ruang pertemuan di kantor menjadi
penuh. Seingat saya, pasukan tersebut terdiri dari babinsa (bintara Pembina
desa) dari koramil Senggi dan koramil Web. Masing-masing ekspeditor mengenalkan
diri. Lalu Pak Is lagi-lagi menjelaskan detil program EPT dan tujuannya,dan
yang paling penting adalah menyebutkan kampung-kampung yang akan disurvei.
Ketika nama kampong Semografi disebut, pak danramil web, Isaskar Palo
“dansiter, untuk menuju somografi
tong harus sewa penunjuk jalan. Karena dorang pu kampung itu di belakang
gunung. Babinsa yang tau jalan su pensiun”
Mantap, semangat tim Web. Rencana
kami akan dikawal oleh empat babinsa. Tentu faktor keamanan akan lebih
terjamin.
Sorenya semua ekspeditor belanja
makanan dan logistik untuk keperluan survei. Kolega sekelompok saya mbak sus
dan mas adi tampak khawatir, dan mereka membeli makanan banyak sekali, yang
masih saya ingat adalah mie instan tiga dus dan 12 kg beras. Ditambah dengan
barang-barang yang lain total belanja kami mencapai 900 ribu.
Logistik untuk ekspedisi |
Intinya kampung yang saya survei berjumlah tujuh kampung yakni,
1. Yabanda
2. Monggoafi
3. Yuruf
4. Amgotro
5. Favenumbu
6. Akrinda
7. Jifanggri
1 Agustus 2018
Semua ekspeditor bangun lebih
pagi hari ini. Mereka mempersiapkan hal-hal yang harus dibawa ketika survei.
Barang-barang yang tidak dibawa akan ditinggal di kontrakan kuning Arso. Jam 9
pagi, kami sudah bersiap di bawah kontrakan kuning. Semua carrier, air minum,
kardus mie dan bama (bahan makanan) yang lain sudah siap, bahkan solar cell
sudah terbungkus rapi. Kami menunggu mobil-mobil double gardan (4wd) yang akan
menjemput kami. Tiga supir datang tepat waktu, sementara yang satu datang
terlambat. Dua sopir berasal dari pulau Flores, mereka adalah om Jefri yang
akan mengantar tim saya ke Yaffi dan om Toti yang mengantar tim Kaisenar.
Sisanya adalah supir asal Jawa yang akan mengantar ke Senggi dan yang mengantar
ke Web adalah supir asli Web. Setelah semua barang diloading, kami bergerak ke
kantor rayon. Disana kami dilepas dengan foto-foto di depan mobil-mobil 4wd
tersebut, dan langsung bertolak ke koramil Arso.
poto diatas mobil om Toti |
Pelepasan oleh Pak Is |
Di koramil Web kami telah
disambut oleh para babinsa yang siap mengawal kami. Disana ada briefing singkat
setelah itu para babinsa dibagi ke empat tim, tiap tim mendapat pengawalan
empat babinsa. Tim Yaffi mendapat pengawalan dari pak basmin, pa Guntur, kaka
Yan, dan kaka eli. Setelah dibagi tim siap berangkat!
Ekspeditor mulai bergerak dari Koramil Arso |
Sebelum keluar dari Arso kami
sempat mampir ke warung Padang untuk makan siang, karena kalau sudah di kampung
akan lebih sulit membeli makanan atau bahkan lebih mahal. Setelah selesai
makan, saya mempelajari suatu budaya orang Papua pantai, yaitu kunyah pinang.
Bagian pinang yang dikunyah adalah buah dan bijinya, tapi jangan sampai ditelan
airnya karena bisa bikin mabuk, cukup diludahkan saja cairannya. Setelah
beberapa saat, kita akan mencelupkan batang sirih ke dalam kapur yang sudah
tersedia. Lalu sirih yang tertempel kapur tersebut dikunyah bersama pinang yang
masih ada di mulut. Pertamakali kunyah sirih jangan sampai kena lidah, karena
kapurnya akan memberi efek iritasi berupa rasa terbakar. Awalnya ludah pinang
yang berwarna putih kehijauan, setelah kita mencampur dengan sirih+kapur, warna
ludah akan menjadi merah darah.
gigi merah setelah kunyah pinang |
Selang beberapa waktu, kami semua
berpisah di Waris sesuai dengan sketsa yang diberikan pak Is kemarin. Kami
sampai di kampung Yabanda sore hari. Kami menemui pace Yahya Saori yang
merupakan mantan kepala kampung, beliau adalah orang berpengaruh jadi kami
harus minta izin beliau. Pace menyambut kami dengan tangan terbuka di
kampungnya. Kami bermalam di puskesmas Yabanda. Kebetulan puskesmas ini
mendapat bantuan solar cell komunal dari dinas kesehatan dan beroperasi dari
jam 6 sore hingga jam 6 pagi. Kami juga disambut dengan hangat dari pihak
puskesmas, bahkan susternya yang berasal dari jawa barat juga turut membantu
mbak sus memasak nasi dan mie. Kami menawarkan makanan pada para babinsa, namun
mereka menolak karena mereka masih memiliki ransum. Setelah saya makan mereka
menghilang pergi mandi di kali. Karena saya bingung di puskesmas akhirnya saya
mandi di wc.
Setelah mandi saya bertemu dengan
remaja bernama Liger di depan puskesmas. Dari dia, saya mengorek-ngorek
informasi tentang kampung Yabanda. Sebenarnya kampung ini sudah memiliki PLTS
komunal bantuan dari Kabupaten, namun sebulan kebelakang sudah rusak dan belum
ada orang yang membetulkan. Dan di Yabanda sendiri ada pos TNI yang memiliki
PLTS serupa seperti puskesmas. Seandainya pemda dan PLN bekerja sama, mungkin
PLTS di Yabanda akan mampu bertahan lebih lama. Esoknya kami akan memulai survei kami di Yabanda.
Comments
Post a Comment